Deretan meja
membujur sangkar di ruang sidang, separuhnya sudah terisi orang-orang. Di
deretan sebelah kanan diisi orang-orang bersafari, seperti biasanya orang
berpangkat dan punya jabatan, paling tidak dia berkemeja formal. Di deretan
tengah, orang berstelan biasa saja. Bisa ditebak, orang-orang dari kaum dagang,
kaum kuli, dan kaum ternak. Di deretan sebelah kiri diisi sekelompok orang
berpenampilan santai, kasual. Sedang, di deretan depan pimpinan sidang
didampingi beberapa orang berkening kinclong, bisa dipastikan deretan depan itu
orang-orang intelek.
Sidang resmi
dibuka diawali kumandang lagu kebangsaan. Separuh orang lantang bernyanyi,
separuh lagi cuma bergumam, mungkin lupa lirik lagunya. Setelah sambutan
pimpinan sidang, orang-orang bergantian berbicara. "Bla..bla..bla...
Pasokan daging sapi berkurang drastis dan menjadi langka. Sedangkan kebutuhan
konsumsi dan permintaan pasar terus meningkat. Akibatnya, harga daging terus
melonjak," terang seorang pejabat dari dinas perdagangan.
"......
sentra-sentra peternakan sapi lokal tak mampu mencukupi kebutuhan,
produktivitas menurun, suplai mengendur," kata seorang pejabat dinas
peternakan.
".....
meskipun pakan memadai, tapi pertumbuhan sapi dari waktu ke waktu semakin
menurun, banyak sapi kurus," seorang peternak giliran bicara. Ditambahi
seorang jagal, "... banyak sapi yang memberontak ketika hendak dipotong.
Kami menunggu sapi ikhlas dijagal. Kadang harus tunggu sapi lengah, malah kami
terpaksa memakai kekerasan."
"..... bukan saja langka, kebanyakan
daging sekarang rasanya sedikit kecut dan cepat busuk. Bila terus-terusan
begini, rugi kami pak. Masyarakat bakal kekurangan protein hewani,"
pengusaha sapi angkat suara.
"Sekarang
itu banyak sapi bertingkah aneh saat digembalakan. Kadang-kadang mogok makan,
berguling-guling tak karuan. Kadang sangat pasif, dan kadang lebih agresif.
Yang paling aneh, sapi-sapi punya bos saya tidak melenguh, tapi
menggonggong," seorang penggembala ikut bicara. Sang pimpinan sidang
berkerut dahi. ***
Sesi kedua
sidang diisi dengan pemutaran video di layar proyektor di sudut kanan depan.
Video pertama menampilkan adegan percakapan dua orang pengurus ternak di sebuah
kandang sapi. Kata si pembuat, video itu direkam oleh CCTV canggih yang
dilengkapi dengan penyadap suara supersensitif. Suaranya jernih terdengar.
"Itu di
luar konteks bahasan sidang. Apa istimewanya video percakapan orang-orang yang
memperbincangkan masalah negeri ini, masalah ekonomi sulit, BBM, korupsi, jalan
macet di sana sini, banjir, dan masalah lainnya.... " interupsi seorang
pejabat dari dinas peternakan. Interupsi tak begitu digubris pimpinan sidang.
Tamat video
pertama, selanjutnya video kedua diputar. Cuplikan adegan pertama menyorot
kumpulan sapi di sebuah kandang. Persis seperti yang dikatakan penggembala,
sapi bertingkah aneh. Ada sapi menggaruk-garuk leher dengan kakinya, ada yang
berguling-guling mirip atlet gulat. Sapi yang lain, bahkan membentur-benturkan
kepala pada bak penampungan pakan.
Cuplikan adegan kedua menyorot keributan
sapi-sapi. Terekam jelas, suara-suara sapi yang tak biasa seperti lajimnya
lenguhan sapi yang konstan. Lenguhan suara sapi saling bersahutan, mirip
perdebatan dalam suatu sidang. Dari intonasi dan tekanan suara, ada yang
beintonasi cepat tertekan, ada yang mengalun pilu, ada juga yang berintonasi
tinggi dengan aksen menghardik.
Seketika
hujan interupsi dari beberapa orang di deretan kiri, kanan, dan tengah.
"Apa hubungannya video itu dengan topik masalah yang kita bahas? Itu sudah
di luar konteks bahasan sidang!" seorang berpenampilan kasual
berinterupsi, ditimpali celetukan sebagian anggota sidang.
"Harap
tenang semua peserta sidang!" pimpinan sidang menenangkan. "Silahkan
kepada pembuat video untuk menjelaskan!"tukasnya.
Seorang pria di sebelah kiri pimpinan sidang
angkat bicara, "Justeru inilah akar masalah yang kita hadapi. Kami
melakukan penelitian ini selama dua minggu. Kami merekam dan..."
"Apa
hubungannya video itu dengan masalah ini? Ini bukan sesi jam kuliah di kampus
pak dosen, ini sidang!" potong seorang pejabat dinas perdagangan.
"Tolong
diperhatikan baik-baik lebih dahulu penjelasan saya. Setelah itu, anda semua
bisa mengajukan pertanyaan atau sanggahan. Pertama, yang akan memberikan
penjelasan adalah Prof. dr.h., Anu, M.Psi., beliau seorang psikologi perilaku
hewan," katanya, sambil mempersilahkan pria paruh baya di sebelah kanan
pimpinan sidang.
Kata
Profesor Anu rekaman itu salah satu bukti fenomena sapi yang diindikasikan
tertekan, stress, memberontak, dan gila. Katanya sapi juga bisa mendengar dan
merasakan. Intinya, sapi bisa juga berempati. Penyebab sapi stress dan
menggila, karena banyak mendengar masalah-masalah negeri ini, keboborokan
politik, kemaksiatan, korupsi berjamaah, dan kekacauan lain bangsa ini. Stress
mempengaruhi metabolisme sehingga produktivitas sapi menurun sangat signifikan.
Pria tadi
yang katanya pernah bekerja di Pentagon sebagai kriptografer, melengkapi,
"Diamati dari gestur dan bahasa tubuh, dapat kita indikasikan bahwa
perilaku aneh itu adalah respon aktualisasi dari sapi. Itu cara sapi
menyampaikan keprihatinan terhadap keadaan bangsa ini, bisa juga itu sebagai
ungkapan aspirasi dan pemberontakan terhadap perlakuan manusia. Sapi-sapi
protes sebab keberadaan mereka kurang dihargai, misalnya karena banyak sapi
yang digelonggong dahulu sebelum dijagal. Ini ungkapan protes sapi pada manusia
yang kurang berkepribinatangan."
Sang kriptografer itu berhasil merancang
piranti lunak komputer yang dapat menerjemahkan suara sapi ke dalam bahasa
manusia. Dia membacakan transkrip suar sapi yang sudah diterjemahkan program
cowtranstool temuannya. Selanjutnya dia memperdengarkan hasil konversi suara
sapi yang telah diterjemahkan menjadi suara manusia. Pimpinan dan beberapa
orang-orang mengangguk, ada yang garuk-garuk kepala, ada pula seorang yang
hanya mengupil acuh. ***
Sesi ketiga
sidang diisi dengan pencarian solusi dengan menjaring saran pendapat dan
musyawarah mufakat. Masing-masing anggota sidang mengemukakan pendapat, ada
yang hanya idem saja. Singkat cerita, setelah melalui perdebatan dan perang
interupsi yang berkecamuk di ruang sidang, akhirnya pemimpin memutuskan hasil
sidang.
"....
Setelah menjaring pendapat dan melakukan voting, maka dengan ini memutuskan
bahwa untuk mengatasi permasalahan ini harus ditempuh dengan meningkatkan impor
daging sapi beserta sapi hidup. Hal itu mengingat sapi-sapi lokal banyak yang
stress, depresi, dan menggila, sehingga kualitasnya memburuk. Serta,
mempertimbangkan bahwa sapi-sapi hidup yang diimpor dari luar negeri adalah
sapi berkualitas karena sehat tubuhnya dan waras mentalnya. Sapi-sapi luar
lebih banyak mendengar dan merespon hal-hal yang positif. Sapi diperlakukan
lebih layak dengan kualitas pakan dan fasilitas peternakan yang lebih memadai.
Orang-orang dan peternak pantang membicarakan kejelekan negerinya di depan
umum, termasuk di depan binatang. Mereka bahkan pandai menutupi kejelekan dan
lebih mengembor-gemborkan kelebihan negerinya." Pimpinan sidang jeda
sejenak untuk mengambil nafas. "
Sebagian
sapi hasil impor akan dicampurbaurkan dengan sapi lokal, hal itu agar sapi
impor dapat memberikan pengaruh positif pada sapi lokal. Selain itu, sapi lokal
akan dikawinkan dengan sapi impor untuk menghasilkan bibit anak sapi yang berkualitas
tubuh. Hasil sidang juga menghasilkan saran himbauan kepada seluruh peternak
dan seluruh masyarakat agar tidak memperbincangkan hal-hal negatif mengenai
negeri ini di depan sapi-sapi."
"Sebagai penutup, sidang menghasilkan
keputusan untuk memberikan saran pada pemerintah pusat untuk meningkatkan
jumlah kuota impor daging dan sapi hidup. Serta, saran untuk lebih meningkatkan
sarana dan prasarana peternakan sapi. ........ dan terakhir, hasil sidang
memberikan rekomendasi pada komisi khusus legislasi untuk menangani dan
mengawasi peningkatan quota impor sapi. Dengan ini, sidang dinyatakan...
ditutup!"
Di sela
meninggalkan ruang sidang, seorang pengusaha sapi mendekati pimpinan sidang.
"Komisi khusus itu bagaimana dan siapa saja ya pak?" tanya sang pengusaha.
Sambil lirik
kanan kiri sang pimpinan sidang menjawab, "Tenang, komisi itu rekan-rekan
dan kolega di partai saya."
Maret 2013
baca juga cerpen yang lain di sini
0 komentar:
Posting Komentar