Jumat, 01 Juli 2016

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi - Stadium 1-3

Adhy M. Nuur



 SEJAK kabar kehamilan Asih menyebar ke seluruh penjuru desa, anehnya, bukan semakin dijauhi, tapi sejak itu ramai, dan berbondong-bondong lelaki ingin jadi pahlawan datang hendak menikahinya.
Kosim, seorang cukup berumur dan berpangkat di desa. Pada duda beranak satu yang ditinggal mati istrinya itu pertama kali Asih membuka hati. Asih tak cukup yakin dengan Kosim akan jadi lebih baik, tapi akan lebih tak baik lagi jika dengan perut yang semakin membesar itu Asih masih sendiri. Delapan belas tahun lebih tua, kedewasaan Kosim dalam bersikap akan lebih bisa memahami dan mengayomi Asih. 
Selain terpesona dengan kecantikan yang seakan tak redup sedikit pun, bagi Kosim, sebuah pengharapan besar Asih bisa menjadi pengganti mendiang istrinya. Soal kehamilan Asih yang bukan benihnya dan itu dianggap aib, Kosim tak mempermasalahkan.
Abah sangat mengenal Kosim yang sekretaris desa, jujur dan pekerja keras. Keluarga Asih merestui Kosim. Tak lama lagi rencana pernikahan keduanya akan digelar.
Senin pagi yang cerah, seminggu sebelum meminang Asih, juru tulis desa mendapati Kosim pingsan di ruangannya. Kosim dibawa ke Puskesmas terdekat. Pemeriksaan mantri Puskesmas menyatakan hanya kelelahan biasa dan menyarankan Kosim supaya istirahat total minimal tiga hari ke depan.
Siang harinya, sakit kepala hebat mendera membuat panik, dan Kosim terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Aroma keanehan mulai menyeruak. Dari diagnosa dokter dan pemeriksaan sinar ronsen tak didapati ada penyakit serius, sejenis tumor atau penyumbatan pembuluh darah di otak Kosim. Pening hebat Kosim seringkali kambuh tiap setengah jam, itu memaksa dia rawat inap sambil menjalani pemeriksaan lebih mendalam.
Senin malam, kesehatan Kosim tak menunjukkan lebih baik. Selain sakit kepala, tangan kaki dan sekujur tubuh Kosim tak bisa digerakkan. Kosim menjadi lumpuh tak berdaya. Dokter dibuat heran dengan penyakit misterius yang terjadi pada Kosim. Kata keluarga Kosim, tak ada masalah serius dalam riwayat kesehatan Kosim. Tak seorang pun kerabat berpenyakit seperti itu, tidak juga semacam penyakit turunan. 
Empat hari Kosim dirawat, kesehatannya malah menurun drastis. Suntikan dan obat yang rutin diminum, tak berpengaruh banyak. Ibunya Kosim menyarankan menunda pernikahan hingga kesehatan Kosim benar-benar pulih. Hari kelima menjalani perawatan, kedua keluarga segera mengumumkan penundaan pernikahan Kosim dan Asih. Hasilnya, kesehatan berangsur membaik dan dokter memperbolehkan Kosim pulang untuk dirawat di rumah.
Rencana pernikahan yang tertunda hampir sebulan tetap akan digelar. Hari baik telah ditentukan kembali. Berbagai persiapan dilakukan. Lagi-lagi, sebelas hari sebelum hajat itu dilaksanakan, penyakit misterius Kosim kembali kambuh. Lebih parah lagi, Kosim tak sadarkan diri berhari-hari. Tak ada obat dan suntikan yang mampu dengan segera membuat Kosim sadar. Bahkan operasi pun tak menjamin akan lebih baik, sebab tak jelas benar letak penyakitnya dimana dan seperti apa. Dokter angkat tangan. Keluarga Kosim berembuk hingga menghasilkan keputusan untuk membatalkan pernikahan mereka. Keluarga Asih tak menerima keputusan itu. Kerugian moril materil akan didapat keluarga Asih. Percekcokan dua keluarga tak terhindarkan. Asih memutuskan mengakhiri hubungannya dengan Kosim.
Berita batalnya pernikahan dan berakhirnya hubungan mereka, cepat menjadi topik hangat di desa. Sehari setelah itu, Kosim sadarkan diri dan dengan cepat kesehatannya pulih. Ini sangat aneh dalam pandangan keluarga Kosim. Entah fenomena apa, benar-benar tak terjangkau akal Kosim. Tapi Kosim tak mau berburuk sangka. Baginya yang terpenting adalah sehat seperti semula. ***

SELANG dari itu, keanehan juga terjadi pada Dadang yang mendadak terkena cacar sehari setelah dia dan keluarganya bertandang ke rumah Asih. Pada masa itu cacar dianggap sebagai penyakit yang terhina, seolah kutukan, sampai-sampai penderitanya harus dijauhi, malah diasingkan. Kedatangan Dadang diiringi keluarganya, sama seperti kebanyakan lelaki lain, untuk mengajukan lamaran. Dadang tak berbeda dengan Kosim, gagal mendapatkan Asih. Nasib Dadang berakhir dalam pasungan di tempat pengasingan lantaran penyakit cacarnya.
Sebagian warga desa termasuk sanak keluarga Asih heran dengan begitu banyak lelaki hendak mengawininya, padahal mereka tahu Asih sudah dihamili lelaki lain. Segampang itukah menerima keadaan seorang wanita hamil, setelah menikahinya harus menerima anak yang bukan darah daging sendiri? Begitu mudahkah untuk bersedia menggantikan posisi lelaki yang telah menghamili Asih dan menjadi ayah dari anak 'haram' itu?
Entah kriteria macam apa untuk menyeleksi lelaki yang menginginkan cinta Asih, hanya Asih yang tahu. Tak ada yang tahu apakah dalam memilih, Asih mengandalkan perasaan atau logika, atau pula keduanya. Tak sedikit pun keluarga bisa mempengaruhi Asih untuk menjatuhkan pilihan pada salah satu pria. Mereka tak ikut campur tangan, pilihan sepenuhnya ada di tangan Asih.
Ketiga kalinya harapan datang. Tinggal beberapa langkah lagi citra keluarga akan terselamatkan. Jabang bayi Asih akan segera mendapatkan ayah. Mardi, lelaki ketiga yang terpilih dari sekian banyak yang ingin mengawini Asih. Sama seperti lelaki sebelumnya, bandar ayam itu tak mempersoalkan kehamilan Asih. Mardi si bujang lapuk, demikian orang-orang menjulukinya. Umur sudah memasuki kepala empat tapi belum juga dapat menanggalkan gelarnya. Wajah lumayan, tak begitu jelek. Di usia muda Mardi sudah sukses dengan usaha peternakan yang dirintisnya. Tapi, entah kenapa tak ada satu gadis, bahkan janda pun melirik dia.
Ketika Asih menerima lamaran Mardi, itu semacam keajaiban dan kemenangan bagi Mardi. Keajaiban yang meluruhkan keputusasaan, ternyata masih ada perempuan yang tertarik pada Mardi. Dan, kemenangan, itu lantaran Mardi telah mengalahkan sekian banyak lelaki lain yang bersaing memperebutkan si kembang desa.
Semua nampak baik-baik saja, seolah akan berjalan dengan sangat lancar. Dua hari sebelum akad nikah, tak ada tanda-tanda tak beres seperti dialami Kosim dan Dadang, Mardi sehat-sehat saja, hanya kelihatan tegang menghadapi saat-saat penting bagi dirinya, dan itu lumrah seperti banyak dialami calon mempelai pria. Tapi keadaan berubah. Pagi-pagi buta sehari sebelum pernikahan digelar, Mardi ditemukan tergeletak tak bernyawa di kamar mandinya. Desa geger. Polisi berdatangan melakukan penyelidikan. Sebagian beranggapan kematian Mardi akibat serangan jantung, namun sama sekali dia tak punya riwayat penyakit itu. Mardi yang tergila-gila pada Pencak Silat tampak selalu kelihatan sehat bugar. Polisi pun tak menemukan tanda-tanda pembunuhan atau motif bunuh diri. Esok harinya pernikahan batal diselenggarakan. ***

BERBAGAI kejadian buruk pada rata-rata lelaki yang serius ingin menikahi, menimbulkan sangkaan Asih penyebabnya. Asih dianggap menebar kutukan. Siapapun lelaki yang mendekati Asih akan kena celaka. Saat bersamaan, desa diserang wabah yang membuat separuh penduduknya demam berkepanjangan. Semua perhatian mengarah pada Asih. Penyebab berbagai keburukan di desa tertuju pada Asih. Kemarau terlampau panjang dari biasanya sehingga puluhan hektar sawah puso karena Asih. Ratusan ternak mati, dan semua bencana yang terjadi di desa, karena Asih.
Tentu saja Asih mengelak bila dituding sebagai penyebab utama semua bencana yang menimpa desa. Kalaulah Asih balik menuduh, harusnya lelaki itu yang disalahkan, karena dia menyebabkan semua itu. Tapi pada akhirnya Asih merasa tak ada yang mesti disalahkan selain dirinya sendiri. Itu kesialan teramat besar yang mesti Asih terima.
Andaipun itu kutukan dan jika kehamilannya adalah dosa besar, Asih rasa tak adil. Jangankan menginginkan, bermimpi pun tidak. Selain kesialan besar, Asih terima itu sebagai ujian dahsyat dalam perjalanan hidupnya. 

Asih berbalik menganggap segala kebersahajaan desa, termasuk kebijakan konsep kehidupan desa, terselip sisi buruk yang baginya adalah sebuah kemunafikan. Apa yang menimpa Asih adalah buah kejahatan orang yang sungguh tak rela dengan kebahagiaannya, anugerah kecantikan, juga kehidupan keluarga yang harmonis. Asih sering bertanya, siapa penjahat itu? Siapa penjahat yang menyebabkan Kosim sakit parah hingga memutuskan batal menikahinya? Siapa penjahat yang telah menebarkan penyakit cacar pada Dadang? Siapa penjahat yang telah membunuh Mardi sehari sebelum hari indahnya? Entah, tak terbayangkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates