SEJAK kabar
kehamilan Asih menyebar ke seluruh penjuru desa, anehnya, bukan semakin
dijauhi, tapi sejak itu ramai, dan berbondong-bondong lelaki ingin jadi pahlawan datang hendak menikahinya.
Kosim, seorang cukup berumur dan berpangkat di
desa. Pada duda beranak satu yang ditinggal mati
istrinya itu pertama kali Asih membuka hati. Asih tak cukup yakin dengan Kosim akan jadi lebih baik, tapi akan lebih tak baik
lagi jika dengan perut yang semakin membesar itu Asih masih sendiri. Delapan
belas tahun lebih tua, kedewasaan Kosim dalam bersikap akan lebih bisa memahami
dan mengayomi Asih.
Selain terpesona dengan kecantikan yang seakan tak redup
sedikit pun, bagi Kosim, sebuah pengharapan besar Asih bisa menjadi pengganti
mendiang istrinya. Soal kehamilan Asih yang bukan benihnya dan itu dianggap
aib, Kosim tak mempermasalahkan.
Abah sangat mengenal Kosim yang sekretaris desa, jujur
dan pekerja keras. Keluarga Asih merestui Kosim. Tak lama lagi rencana
pernikahan keduanya akan digelar.
Senin pagi yang cerah, seminggu sebelum meminang Asih,
juru tulis desa mendapati Kosim pingsan di ruangannya. Kosim dibawa ke Puskesmas
terdekat. Pemeriksaan mantri Puskesmas menyatakan hanya kelelahan biasa dan
menyarankan Kosim supaya istirahat total minimal tiga hari ke depan.
Siang harinya, sakit kepala hebat mendera membuat panik,
dan Kosim terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Aroma keanehan mulai menyeruak.
Dari diagnosa dokter dan pemeriksaan sinar ronsen tak didapati ada penyakit serius, sejenis tumor
atau penyumbatan pembuluh darah di otak Kosim. Pening hebat Kosim seringkali
kambuh tiap setengah jam, itu memaksa dia rawat inap sambil menjalani
pemeriksaan lebih mendalam.
Senin malam, kesehatan Kosim tak menunjukkan lebih
baik. Selain sakit kepala, tangan kaki dan sekujur tubuh Kosim tak bisa
digerakkan. Kosim menjadi lumpuh tak berdaya. Dokter dibuat heran dengan
penyakit misterius yang terjadi pada Kosim. Kata keluarga Kosim, tak ada
masalah serius dalam riwayat kesehatan Kosim. Tak seorang pun kerabat
berpenyakit seperti itu, tidak juga semacam penyakit turunan.
Empat hari Kosim dirawat, kesehatannya malah menurun
drastis. Suntikan dan obat yang rutin diminum, tak berpengaruh banyak. Ibunya
Kosim menyarankan menunda pernikahan hingga kesehatan Kosim benar-benar pulih.
Hari kelima menjalani perawatan, kedua keluarga segera mengumumkan penundaan
pernikahan Kosim dan Asih. Hasilnya, kesehatan berangsur membaik dan dokter
memperbolehkan Kosim pulang untuk dirawat di rumah.
Rencana pernikahan yang tertunda hampir sebulan tetap
akan digelar. Hari baik telah ditentukan kembali. Berbagai persiapan dilakukan.
Lagi-lagi, sebelas hari sebelum hajat itu dilaksanakan, penyakit misterius
Kosim kembali kambuh. Lebih parah lagi, Kosim tak sadarkan diri berhari-hari.
Tak ada obat dan suntikan yang mampu dengan segera membuat Kosim sadar. Bahkan
operasi pun tak menjamin akan lebih baik, sebab tak jelas benar letak
penyakitnya dimana dan seperti apa. Dokter angkat tangan. Keluarga Kosim
berembuk hingga menghasilkan keputusan untuk membatalkan pernikahan mereka.
Keluarga Asih tak menerima keputusan itu. Kerugian moril materil akan didapat
keluarga Asih. Percekcokan dua keluarga tak terhindarkan. Asih memutuskan
mengakhiri hubungannya dengan
Kosim.
Berita batalnya pernikahan dan berakhirnya hubungan
mereka, cepat menjadi topik hangat di desa. Sehari setelah itu, Kosim sadarkan
diri dan dengan cepat kesehatannya pulih. Ini sangat aneh dalam pandangan
keluarga Kosim. Entah fenomena apa, benar-benar tak terjangkau akal Kosim. Tapi
Kosim tak mau berburuk sangka. Baginya yang terpenting adalah sehat seperti semula.
***
SELANG dari itu,
keanehan juga terjadi pada Dadang yang mendadak terkena cacar sehari setelah
dia dan keluarganya bertandang ke rumah Asih. Pada masa itu cacar dianggap
sebagai penyakit yang terhina, seolah kutukan, sampai-sampai penderitanya harus
dijauhi, malah diasingkan. Kedatangan Dadang diiringi keluarganya, sama seperti
kebanyakan lelaki lain, untuk mengajukan lamaran. Dadang tak berbeda dengan
Kosim, gagal mendapatkan Asih. Nasib Dadang berakhir dalam pasungan di tempat
pengasingan lantaran penyakit cacarnya.
Sebagian warga desa termasuk sanak keluarga Asih heran
dengan begitu banyak lelaki hendak mengawininya, padahal mereka tahu Asih sudah
dihamili lelaki lain. Segampang itukah menerima keadaan seorang wanita hamil,
setelah menikahinya harus menerima anak yang bukan darah daging sendiri? Begitu
mudahkah untuk bersedia menggantikan posisi lelaki yang telah menghamili Asih
dan menjadi ayah dari anak 'haram' itu?
Entah kriteria macam apa untuk menyeleksi lelaki yang
menginginkan cinta Asih, hanya Asih yang tahu. Tak ada yang tahu apakah dalam
memilih, Asih mengandalkan perasaan atau logika, atau pula keduanya. Tak
sedikit pun keluarga bisa mempengaruhi Asih untuk menjatuhkan pilihan pada
salah satu pria. Mereka tak ikut campur tangan, pilihan sepenuhnya ada di
tangan Asih.
Ketiga kalinya harapan datang. Tinggal beberapa
langkah lagi citra keluarga akan terselamatkan. Jabang bayi Asih akan segera
mendapatkan ayah. Mardi, lelaki ketiga yang terpilih dari sekian banyak yang
ingin mengawini Asih. Sama seperti lelaki sebelumnya, bandar ayam itu tak
mempersoalkan kehamilan Asih. Mardi si bujang lapuk, demikian orang-orang
menjulukinya. Umur sudah memasuki kepala empat tapi belum juga dapat
menanggalkan gelarnya. Wajah lumayan, tak begitu jelek. Di usia muda Mardi
sudah sukses dengan usaha peternakan yang dirintisnya. Tapi, entah kenapa tak
ada satu gadis, bahkan janda pun melirik dia.
Ketika Asih menerima lamaran Mardi, itu semacam
keajaiban dan kemenangan bagi Mardi. Keajaiban yang meluruhkan keputusasaan,
ternyata masih ada perempuan yang tertarik pada Mardi. Dan, kemenangan, itu
lantaran Mardi telah mengalahkan sekian banyak lelaki lain yang bersaing
memperebutkan si kembang desa.
Semua nampak baik-baik saja, seolah akan berjalan
dengan sangat lancar. Dua hari sebelum akad nikah, tak ada tanda-tanda tak
beres seperti dialami Kosim dan Dadang, Mardi sehat-sehat saja, hanya kelihatan
tegang menghadapi saat-saat penting bagi dirinya, dan itu lumrah seperti banyak
dialami calon mempelai pria. Tapi keadaan berubah. Pagi-pagi buta sehari
sebelum pernikahan digelar, Mardi ditemukan tergeletak tak bernyawa di kamar
mandinya. Desa geger. Polisi berdatangan melakukan penyelidikan. Sebagian
beranggapan kematian Mardi akibat serangan jantung, namun sama sekali dia tak
punya riwayat penyakit itu. Mardi yang tergila-gila pada Pencak Silat tampak
selalu kelihatan sehat bugar. Polisi pun tak menemukan tanda-tanda pembunuhan
atau motif bunuh diri. Esok harinya pernikahan batal diselenggarakan. ***
BERBAGAI kejadian
buruk pada rata-rata lelaki yang serius ingin menikahi, menimbulkan sangkaan
Asih penyebabnya. Asih dianggap menebar kutukan. Siapapun lelaki yang mendekati
Asih akan kena celaka. Saat bersamaan, desa diserang wabah yang membuat separuh
penduduknya demam berkepanjangan. Semua perhatian mengarah pada Asih. Penyebab berbagai
keburukan di desa tertuju pada Asih. Kemarau terlampau panjang dari biasanya
sehingga puluhan hektar sawah puso karena Asih. Ratusan ternak mati, dan semua
bencana yang terjadi di desa, karena Asih.
Tentu saja Asih mengelak bila dituding sebagai
penyebab utama semua bencana yang menimpa desa. Kalaulah Asih balik menuduh,
harusnya lelaki itu yang disalahkan, karena dia menyebabkan semua itu. Tapi
pada akhirnya Asih merasa tak ada yang mesti disalahkan selain dirinya sendiri.
Itu kesialan teramat besar yang mesti Asih terima.
Andaipun itu kutukan dan jika kehamilannya adalah dosa
besar, Asih rasa tak adil. Jangankan menginginkan, bermimpi pun tidak. Selain
kesialan besar, Asih terima itu sebagai ujian dahsyat dalam perjalanan
hidupnya.
Asih berbalik menganggap segala kebersahajaan desa,
termasuk kebijakan konsep kehidupan desa, terselip sisi buruk yang baginya
adalah sebuah kemunafikan. Apa yang menimpa Asih adalah buah kejahatan orang
yang sungguh
tak rela dengan kebahagiaannya,
anugerah kecantikan, juga kehidupan keluarga yang
harmonis. Asih sering bertanya, siapa penjahat itu? Siapa penjahat yang
menyebabkan Kosim sakit parah hingga memutuskan batal menikahinya? Siapa
penjahat yang telah menebarkan penyakit cacar pada Dadang? Siapa penjahat yang telah membunuh
Mardi sehari sebelum hari indahnya? Entah, tak terbayangkan.
0 komentar:
Posting Komentar