Sabtu, 02 Juli 2016

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi - Stadium 1-5

Adhy M. Nuur

ASIH merasa nyaman dengan Warya, kakak sepupunya. Kebersamaan dengan Warya membuat Asih menikmati waktu statis yang jarang terisi kesedihan sekaligus jarang terisi kebahagiaan. Waktu yang polos dari intervensi bahwa hidup harus bahagia dan menghindari kesedihan. Berada di sisi Warya adalah saat-saat Asih merasa menjadi wanita utuh. Kebersamaan mereka selalu menghadirkan ruang kebebasan untuk mengeluh, kebebasan untuk tidak bermimpi tentang sesuatu yang lebih buruk, seolah berkata, "Jangan pikirkan nanti, kita nikmati saja saat sekarang, sebelum itu menghilang!"

Dua tahun lebih tua dari Asih, Warya satu-satunya teman paling dekat dan akrab. Bukan Iroh, atau Cicih, anak tetangga sebelah. Hubungan kekerabatan semakin mengeratkan keduanya. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, bermain bersama, makan bersama, bahkan mandi bersama.

Warya yang menolong Asih saat hampir hanyut dan rela menggendongnya menyeberangi sungai. Warya bersedia mempertaruhkan nyawa memanjat tinggi dan memetikkan alpukat untuk Asih. Warya yang membuatkannya kolecer[1]. Warya juga yang melindunginya dari kenakalan anak-anak desa sebelah. Warya seolah malaikat pelindung yang senantiasa siaga bila dibutuhkan Asih.

Perasaan nyaman dan terlindungi membuat Asih selalu merindukan kebersamaan dengan Warya. Bocah laki-laki itu mempunyai segala yang Asih butuhkan. Keceriaan, kebahagiaan dan keamanan. Warya tidak lebih dari bocah desa yang gemar bermain di sungai, senang memanjat pohon dan bermain layangan. Tapi di balik itu, tersembunyi sisi seorang pria dewasa yang mampu menjelma bapak, pengayom untuk Asih.

Entah bagaimana dan dengan cara apa, rasa itu berkonversi dalam zat kimia yang mereduksikan sayang, atau cinta, atau perasaan lain yang lebih dari sekadar rasa nyaman. Perasaan itu juga melekatkan hasrat ingin memiliki. Hasrat harus tak ada yang istimewa di hati Warya selain Asih, dan sebaliknya. Mereka menganggap tak ada yang harus disalahkan dengan hal itu. Setiap manusia berhak menerima dan mencipta-cipta perasaan cinta. Berhak menginginkan mencintai dan dicintai. Meskipun, untuk ukuran sebagian orang tertentu, wacana cinta hanya untuk manusia dewasa saja –dan harus terbebas dari ikatan kekerabatan murni.

Asih sering mempertanyakan, salahkah itu? Asih berpendapat, salahkan saja perasaan itu. Salahkan saja sesuatu yang membuat perasaan itu terus berkembang. Salahkan siapa atau apa saja yang membuat seseorang menginginkan dan berharap banyak bahwa cinta harus bersama, cinta harus memiliki cara dan jalan pada kisahnya. Layak atau tidak, cinta punya cara tak terduga untuk menyelinap masuk ke hati siapa saja. Asih tahu, pada keluarga tertentu, dan ini terjadi pada keluarganya, pertalian saudara seharusnya dapat mempersatukan mereka, tapi teramat sulit untuk menyatukan itu dalam sebuah kemasan rumah tangga. Terlalu banyak ketakutan dari keluarga mereka yang menghalangi. Walau begitu, banyak waktu kebersamaan mereka nikmati baik dengan wacana cinta, ataupun tanpanya.

Rasa tenang, nyaman dan rasa apapun menjelma menjadi alasan keinginan untuk selalu mendulang waktu bersama, berdua. Terkadang Warya atau Asih tak terganggu dengan keharusan menerjemahkan itu sebagai cinta, toh kebersamaan mereka lebih dari sekadar kisah cinta. Awalnya mereka tak terganggu, sampai semakin lama terasa keluarga mereka menafsirkan kebersamaan keduanya –yang seringkali nampak terlalu akrab– itu sebagai suatu ketidaklaziman. Sangat bertentangan dengan pandangan dan keinginan keluarga. Tapi sebenarnya lebih pada ketakutan terjadi sesuatu buruk yang akan menimpa keluarga masing-masing.

Beranjak dewasa, Asih dan Warya menyadari perasaan itu sulit dan akan menimbulkan keburukan bila tetap diteruskan. Mungkin dapat merusak keharmonisan hubungan keluarga. Mereka menyerah, sebatas saling tahu masing-masing di antara mereka saling menyayangi, akan jadi cinta atau tidak, entah akan berakhir seperti apa, tak lagi mereka persoalkan.


baca juga yang ini



[1] Kinciran. Baling-baling terbuat dari bambu.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates