Jumat, 08 Juli 2016

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi - Stadium 1-13

Adhy M. Nuur
DUA hari saja Asih dan bayinya dirawat. Kesehatan keduanya cepat membaik. Asih belum menyiapkan nama untuk sang bayi. Jauh-jauh hari, jangankan terlintas sebuah nama, bermimpi melahirkan secepat itu pun tidak. Tradisi keluarga yang dipegang Asih mengharuskan pemberian nama langsung oleh ayah si bayi, tak dapat diwakilkan. Sedangkan tak jelas keberadaan bapak kandung si bayi, juga dengan bapak penggantinya, itu membuat Asih bingung. Soal nama, Asih biarkan mengambang untuk beberapa waktu, sebab memberi nama untuk bayi tak semudah menamai barang atau binatang. Ujang, nama sementara untuk bayi lucu itu, panggilan yang lazim digunakan anak-anak Sunda.

Menginjak seminggu usia sang bayi, Asih masih belum berani menentukan nama. Asih berpegang pada tradisi, yang memberikan nama harus ayahnya langsung. Kalaupun ada pengecualian, kakek si bayi mendapat kuasa mewakili bapak kandungnya. Beberapa orang yang berkunjung menengok si bayi, sering menanyakan nama. Asih pun kerap disodorkan saran nama untuk si bayi. Dari nama yang berbau agama, Sunda, hingga yang kebarat-baratan. Ada yang mengusulkan nama Nurhidayat, Sutardi, Mulyana, bahkan ada yang mengusulkan nama Hendri atau Harry.

Seorang tokoh, menyarankan menamai bayi Asih dengan "Solihin" atau "Solehudin". Nama yang menyimpan harapan sang bayi dapat menjadi anak saleh. Mak Acem punya pilihan lain, "Bagja Gumelar". Bagja, mengandung makna harapan kelak anak itu selalu bahagia dan memberikan kebahagiaan untuk orangtuanya. Gumelar, harapan kelak anak itu menjadi seorang lelaki tangguh yang gagah dan berpangkat, supaya dapat menjadi kebanggaan keluarga. Asih belum mengiyakan saran nama dari siapapun. ***


JUM'AT sore, Asih kedatangan seorang pria tua berpakaian serba hitam, bahkan sandal yang dikenakannya warna hitam. Cincin akik berjejer menghiasi jemari kecuali ibu jarinya. Di lengan kiri melingkar gelang bahar legam mengkilat. Ki Darma, tokoh supranatural yang sering dijadikan tempat orang-orang bertanya peruntungan, nasib, jodoh dan rupa-rupa klenik lain. Orang-orang lazim menjulukinya ‘orang pinter’. Kata Ki Darma, malam Jum'at kemarin dia bermimpi didatangi sosok ksatria gagah berpakaian bangsawan memberikan pesan. Ki Darma datang jauh-jauh dari pelosok kampung Cimenyan, sebelah utara Cicadas, untuk mengabarkan wangsit supaya menamai bayi Asih dengan "Rakean Surawisesa".

Konon, penuturan Ki Darma, sosok dalam mimpi itu salah satu petinggi salah satu Kerajaan Sunda yang cukup masyhur. Kata sosok di mimpi itu, anak Asih mempunyai garis keturunan bangsawan dengannya. Selain pesan nama, sosok itu katanya akan menitis dan dengan serta merta akan memberikan kelebihan pada sang bayi. Asih hanya manut kecil sekedar menghormati tamunya itu. Meski dalam hati tak begitu saja percaya pada hal semacam itu.

Karena belum ada nama yang paten, sang bayi lebih dikenal dengan panggilan "Sukana", Mak Acem yang memberikannya, orang-orang pun turut memanggil dengan nama itu. "Sukana" kependekan dari "sasukana", kata dari bahasa Sunda yang berarti "sesukanya". Terserah orang memanggil sesukanya. Pemikiran sederhana Mak Acem, lantaran Asih tak juga memutuskan siapa nama cucu angkatnya itu. Secara tak langsung, bayi Asih resmi menyandang nama Ujang Sukana.

0 komentar:

Posting Komentar

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates