itu
jiwa yang bersungut-sungut
belum pula menemukan arah jalan pulang
istirahat di kesunyian
sekedar meredam bising di otak
sesak dengan ambisi
siapa menyemai dendam pada siapa?
oh itu
yang bersarang di dada kiri
acapkali menghadiahkan sensasi
bimbang
hendak menunjukkan apa?
pada siapa?
bangunlah
bangun
bersiap menghadap pada semburat ragu
niscaya kau sadari siapa yang sembunyi
di bilik belakang telinga
amigdala
kerap berpacu menunggang takut
tentang mimpi beberapa waktu silam
tidur telah menyempurnakannya
kuhadiahkan fragmen cerita
romansa masa depan
yang sama sekali berwujud teka-teki
sisanya adalah labirin
keluar, terus masuk lagi
dan seterusnya
itu kata mata
apa engkau akan memandang sama?
kutikam kembali
rindu itu,
kubasuh lagi
remah-remah resah
kusuguhkan janji kemarin
elegi saat ini
yang sekalipun gaduh
kau akan merasa senyap
sisanya adalah pencarian
mengingat, melupakan dan mengingat lagi
begitu selanjutnya
itu kata telinga
sebab suara lebih statis dari visual
apa engkau akan mendengar bisikannya?
kontradiktif bukan?
begitulah eksistensi ego
seringkali akrab dengan negasi
oh itu
dari sekian percakapan
tak sekalipun aku mampu mengidentifikasi
kau dari jenis stigma yang mana?
“kau hanya perlu merasa tidak merasa,” begitu kata endorphin
tapi
cuma dzikir-dzikir si mata jeli
yang mampu membungkamku
hingga aku hanya senyum saja
mulai meradam tanya untuk apa dan mengapa
ah
rindu itu,
jakarta, 260415
sesak dengan ambisi
siapa menyemai dendam pada siapa?
oh itu
yang bersarang di dada kiri
acapkali menghadiahkan sensasi
bimbang
hendak menunjukkan apa?
pada siapa?
bangunlah
bangun
bersiap menghadap pada semburat ragu
niscaya kau sadari siapa yang sembunyi
di bilik belakang telinga
amigdala
kerap berpacu menunggang takut
tentang mimpi beberapa waktu silam
tidur telah menyempurnakannya
kuhadiahkan fragmen cerita
romansa masa depan
yang sama sekali berwujud teka-teki
sisanya adalah labirin
keluar, terus masuk lagi
dan seterusnya
itu kata mata
apa engkau akan memandang sama?
kutikam kembali
rindu itu,
kubasuh lagi
remah-remah resah
kusuguhkan janji kemarin
elegi saat ini
yang sekalipun gaduh
kau akan merasa senyap
sisanya adalah pencarian
mengingat, melupakan dan mengingat lagi
begitu selanjutnya
itu kata telinga
sebab suara lebih statis dari visual
apa engkau akan mendengar bisikannya?
kontradiktif bukan?
begitulah eksistensi ego
seringkali akrab dengan negasi
oh itu
dari sekian percakapan
tak sekalipun aku mampu mengidentifikasi
kau dari jenis stigma yang mana?
“kau hanya perlu merasa tidak merasa,” begitu kata endorphin
tapi
cuma dzikir-dzikir si mata jeli
yang mampu membungkamku
hingga aku hanya senyum saja
mulai meradam tanya untuk apa dan mengapa
ah
rindu itu,
jakarta, 260415
0 komentar:
Posting Komentar